Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya untuk mengarusutamakan Pembangunan Rendah Karbon dan Ekonomi Hijau dalam konferensi Pembangunan Rendah Karbon dan Ekonomi Hijau pada 11 Oktober 2018 di Bali.
Diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai acara paralel di ajang Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018, acara ini menjadi wadah bagi pembicara dan peserta tingkat tinggi untuk berbagi pengetahuan tentang pembangunan ekonomi hijau, penerapan model bisnis yang mengedepankan pembangunan inklusif, pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), juga untuk memastikan pengelolaan dan restorasi sumber daya alam, yang mendasari pembangunan ekonomi berkelanjutan. Acara ini juga menjadi ajang pengenalan akan sektor pendanaan Indonesia dan tantangannya, serta strategi implementasi pembangunan rendah karbon yang efektif.
GGGI turut mengorganisir acara ini bersama Unit Perubahan Iklim Kerajaan Inggris (UKCCU), Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), New Climate Economy (NCE) dan World Resources Institute (WRI). Salah satu isu kunci yang ditekankan dalam konferensi tersebut adalah penggunaan energi dan lahan, yang menghasilkan 80 persen dari GHG Indonesia. Temuan awal Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Development Initiative/LCDI)—yang mana laporan lengkapnya akan diluncurkan pada Maret 2019 mendatang—dibangun berdasarkan riset global yang membahas bagaimana penanganan perubahan iklim yang agresif berpotensi memberikan manfaat ekonomi hingga 26 triliun dolar AS, melalui penciptaan lapangan kerja dan penyediaan kesehatan yang lebih baik, dibandingkan dengan proses rutinitas business as usual (NCE Report, 2018). Indonesia pun dapat meraih manfaat yang diindikasikan dalam temuan tersebut, sehingga menyoroti pentingnya mengubah arah pembangunan menuju pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang.
“Sudah saatnya bagi Indonesia untuk menjalankan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mampu menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam konteks tersebut, Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk menjadi yang terdepan dalam pembangunan berkelanjutan dengan menginisiasi LCDI dan bersiap untuk mengimplementasikan mekanisme green financing,” ungkap Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam pidato pembukaannya.
Mengingat dunia yang berubah dengan cepat, kita menghadapi sejumlah tantangan seperti dampak iklim yang ekstrim dan peningkatan suhu bumi, yang akan mempengaruhi produktivitas pangan secara signifikan dan meningkatkan risiko bencana alam terkait perubahan iklim. Tingginya laju deforestasi dan degradasi lahan, polusi udara dari kebakaran lahan gambut dan penggunaan bahan bakar minyak juga akan berdampak negatif bagi produktivitas dan kualitas kehidupan kita. Tidak diragukan lagi, faktor-faktor ini menekankan pentingnya pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau demi masa depan negara. “Untuk menggarisbawahi komitmen dalam mengimplementasikan LCDI, Bappenas akan mengarusutamakan pembangunan rendah karbon ke dalam kerangka kerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Ini akan menjadi RPJMN pertama yang mengusung pembangunan rendah karbon sepanjang sejarah Indonesia, ujar Menteri Bambang.
Frank Rijsberman, Direktur Jenderal GGGI, menjelaskan bahwa modal asing dan domestik tersedia untuk pengembangan proyek-proyek ramah lingkungan, tetapi investor swasta membutuhkan kebijakan yang mendukung untuk membantu mengurangi risiko investasi untuk proyek hijau yang inovatif. “Dibutuhkan kolaborasi yang kuat dari berbagai institusi dan pemimpin global, serta sektor swasta yang berkomitmen untuk pertumbuhan hijau. Hal ini tentu akan membawa perubahan signifikan, yang sangat dibutuhkan Indonesia untuk masa depan yang lebih baik, lebih bersih, dan lebih sejahtera,” ujarnya.
Dengan nada yang sama, Lord Nicholas Stern, Komisaris LCDI dan salah satu Ketua Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim, menambahkan, “Dunia kini tengah dihadapkan pada realitas tentang bagaimana pertumbuhan rendah karbon sangat baik bagi lingkungan, juga ekonomi. Indonesia tidak membuang-buang waktu dalam mengejar keuntungan ekonomi dan sosial yang bisa dihasilkan dari langkah yang berani. LCDI menjadi contoh kuat dan efisien bagi seluruh dunia tentang bagaimana suatu negara dapat meningkatkan kehidupan dan taraf penghidupan warganya, dengan menjaga lingkungan untuk masa depan. Sepanjang sejarah saya dengan negara ini yang sudah berjalan dekade lamanya, saya tak pernah lebih yakin lagi bahwa masa depan yang lebih baik sudah ada di depan mata.”
Konferensi ini dihadiri oleh sejumlah tokoh terkemuka, termasuk Boediono (Wakil Presiden di era kedua jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono), Mari Elka Pangestu (mantan Menteri Perdagangan), Ngozi Okonjo-Iweala (salah satu Ketua Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim), Paul Polman (CEO Unilever), Lord Nicholas Stern (Komisaris LCDI dan salah satu Ketua Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim), Matthew Rycroft (Sekretaris Permanen Departemen Pembangunan Internasional Pemerintah Inggris), Naoko Ishii (CEO Global Environment Facility), Frank Rijsberman (Direktur Jenderal GGGI), Remy Rioux (CEO Agence Française de Développement), dan Shinta Kamdani (Presiden Kadin Indonesia bidang Pembangunan Berkelanjutan). Acara diakhiri dengan komitmen kuat dari Pemerintah Indonesia dan semua mitra pembangunan untuk meraih pertumbuhan ekonomi hijau dan berusaha sekuat tenaga bagi masa depan rendah karbon dengan memanfaatkan pendanaan publik dan swasta untuk aksi penanganan perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.