Balikpapan, Indonesia, 27 SEPTEMBER 2017 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang didukung oleh Global Green Growth Institute (GGGI) menyelenggarakan sesi pertukaran pembelajaran yurisdiksi dengan tema “Investasi Hijau untuk Mengurangi Deforestasi dan Degradasi Hutan” pada Governors’ Climate and Forest Task Force (GCF) Annual Meeting 2017 di Novotel Hotel, Balikpapan pada 27 September 2017.
Sesi ini membahas struktur pendanaan dan peluang untuk program pengurangan emisi, serta bertukar pengalaman dengan beberapa daerah di Brazil dan Mexico mengenai investasi hijau dI kedua negara tersebut.
Seperempat dari hutan tropis dunia diwakili oleh anggota GCF yang terdiri dari 35 provinsi di 9 negara. Anggota GCF sepakat untuk mengurangi deforestasi sebanyak 80% pada tahun 2020 yang telah dinyatakan dalam Deklarasi Rio Branco dan ditandatangani pada Rapat Tahunan GCF 2014. Untuk mencapai target ini, pendanaan internasional serta mekanisme pembiayaan sangat diperlukan untuk memaksimalkan kualitas investasi.
Dalam sesi ini, Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc., Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia menyatakan, “Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyiapkan pembetukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dimana di dalamnya terdapat Climate Change Funding Window, dan pendanaan REDD+ merupakan bagian dari pendanaan dalam Climate Change Funding Window ini. Pembentukan BPDLH ini akan berpayung di bawah Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Dengan modalitas BPDLH yang sekarang disiapkan, diharapkan komitmen Pemerintah Norwegia dalam kemitraan REDD+ melalui pembayaran berbasis kinerja (performance-based payment) dapat segera direalisasikan.”
Kalimantan Timur, yang juga dikenal sebagai “Heart of Borneo”, telah meluncurkan program “Kaltim Green” di tahun 2010 sebagai komitmen untuk mengurangi emisi 26% pada tahun 2020. “Perekonomian Kalimantan Timur masih didominasi oleh sektor sumber daya alam ekstraktif. Oleh karena itu, kita perlu melakukan transformasi menuju pertumbuhan yang berkelanjutan. Melalui kerja sama kami dengan GGGI dalam Forest Carbon Partnership Facility, kami dapat mendorong investasi dengan membentuk proyek bankable untuk program REDD+ di Kalimantan Timur,” ujar Ir.H.Ichwansyah, MM, Asisten II Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.
Selain Indonesia, negara Brazil turut berbagi pengalaman mereka dalam mendorong investasi untuk program REDD+. Alex Marega, Wakil Sekretaris Negara bidang Lingkungan Hidup dari Mato Grosso, Brazil mengulas “Program of Produce, Conserve, Include” (PCI) Mato Grosso yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Program ini berhasil memetakan 241 inisiatif yang diimplementasikan dan didanai bersama oleh 381 institusi, baik publik maupun swasta. Selain itu, Luzimeire Ribiero da Moura Carreira, Wakil Sekretaris Negara bidang Lingkungan Hidup bercerita tentang strategi wilayah Tocantins, Brazil untuk memastikan pembangunan yang rendah karbon dan mempertahankan penurunan kurva deforestasi dalam 10 tahun terakhir.
Sesi diakhiri dengan pemaparan dari Alfredo Arellano, Menteri Lingkungan Hidup Quintana Roo yang membagi pembelajaran dari wilayah Yucatan Peninsula, Mexico mengenai Perjanjian Kerangka Yucatan Peninsula tentang Keberlanjutan untuk tahun 2030 (ASPY 2030). Perjanjian ini ditandatangani oleh 13 negara bagian dan juga didukung oleh 3 universitas dalam komitmen terhadap pertumbuhan hijau dan konservasi di Yucatan. Di antara tujuan yang disepakati adalah untuk menarik pembiayaan swasta dan internasional guna melengkapi pendanaan publik domestik untuk ekonomi hijau.
Diluncurkan pada tahun 2009 oleh sepuluh Gubernur dari Brazil, Indonesia, dan A.S., GCF dirancang untuk memajukan pendekatan yurisdiksi secara keseluruhan terhadap program REDD+ dan pengembangan emisi rendah. Pertemuan tahun ini berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur pada tanggal 25-29 September 2017.