Lokakarya ini merupakan rangkaian dari kegiatan roadshow regional yang telah dilaksanakan oleh NDA sejak 2020 untuk menyebarluaskan informasi kepada para pemangku kepentingan di daerah.
Pemangku kepentingan daerah merupakan salah satu garda depan implementasi aksi perubahan iklim di Indonesia. Untuk menyebarluaskan informasi tentang potensi pendanaan perubahan iklim dari sumber internasional dan domestik, Kementerian Keuangan selaku National Designated Authority Green Climate Fund (NDA GCF) untuk Indonesia didukung oleh GGGI, mengadakan lokakarya virtual bertajuk “Potensi Pendanaan Perubahan Iklim” pada 6-7 Desember 2021 yang turut disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube.
Pada hari pertama, acara ini mengundang tiga provinsi percontohan dalam pendanaan perubahan iklim, baik dalam segi penandaan anggaran maupun insiatif. Provinsi Aceh, Kalimantan Utara (Kaltara), dan Riau, merupakan provinsi-provinsi pertama yang melaksanakan Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE) dan merupakan provinsi percontohan dalam kegiatan penandaan anggaran perubahan iklim untuk tingkat daerah. Selain itu, provinsi-provinsi tersebut juga memiliki komitmen yang tertuang dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang dinamakan Aceh Green dan Riau Hijau, serta tergabung ke dalam keanggotaan Governors’ Climate Forest Task Force, seperti Provinsi Kaltara.
Dalam menjalankan berbagai inisiatifnya, tantangan utama yang dihadapi oleh ketiga provinsi tersebut adalah meningkatkan kesadartahuan dan akses informasi para pemangku kepentingan, serta mengoordinasikan berbagai jenis pemangku kepentingan untuk mendukung program hijau tersebut. Untuk saat ini, mengakses pendanaan iklim di luar APBN bagi pemerintah daerah juga masih sulit, dimana mayoritas masih bersumber dari pendanaan Corporate Social Responsibility dari perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut.
Di hari kedua, pembicara berasal dari perwakilan pendanaan perubahan iklim non-APBN internasional dan domestik, seperti Green Climate Fund (GCF), Adaptation Fund, Global Environment Facility, SDG Indonesia One, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), serta mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan melalui Transfer Anggaran Berbasis Ekologi. Di sesi ini, pemangku kepentingan daerah dikenalkan dengan mekanisme masing-masing pendanaan, dengan tujuan untuk membuka akses informasi oleh aktor lokal. Dalam kesempatan ini, diidentifikasi pula bahwa koordinasi dan kapasitas menjadi faktor penting untuk mengembangkan proyek iklim yang berdampak besar dan sesuai dengan standar internasional.
Secara keseluruhan, inisiatif daerah mengenai pembangunan yang berwawasan lingkungan sudah banyak berkembang melalui program daerah dan Transfer Anggaran Berbasis Ekologi. Hal ini berpotensi untuk menghasilkan proyek-proyek perubahan iklim lokal yang dapat dikembangkan menjadi program yang lebih besar. Badan Kebijakan Fiskal senantiasa mendorong untuk meningkatkan akses daerah terhadap pendanaan internasional melalui peningkatan kapasitas pemangku kepentingan lokal dan koordinasi antar aktor nasional dan daerah.