Visi: Teknologi Blockchain untuk Sektor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia



Salah satu tantangan terbesar bagi kelapa sawit sebagai komoditas adalah membangun keterlacakan dan keberlanjutan. Indonesia memasok hampir 45% dari permintaan minyak kelapa sawit dunia. Selama dua dekade terakhir di Indonesia, sektor minyak kelapa sawit tumbuh sangat pesat (luas perkebunan kelapa sawit yang berlipat ganda), namun hal ini juga mengakibatkan pembukaan lahan hutan dan pengeringan lahan gambut sehingga menjadikan tanaman kelapa sawit sebagai salah satu tanaman pertanian dengan dampak emisi gas rumah kaca (GRK) tertinggi.

 

Rata-rata selama tiga tahun terakhir, penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan berbasis kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia telah menghasilkan sekitar 500 juta ton CO2e setiap tahun, menyumbang 1,4% dari emisi CO2e global[1]. Dari sisi permintaan, India, Tiongkok, dan Uni Eropa (UE) adalah beberapa konsumen terbesar minyak kelapa sawit.

 

Baru-baru ini, UE telah mengeluarkan undang-undang yang mengamanatkan penghapusan minyak sawit (digunakan sebagai bahan bakar nabati) dari sektor transportasi pada tahun 2030[2]. Keputusan ini akan memiliki dampak besar karena lebih dari 60% dari semua minyak sawit impor UE digunakan sebagai biofuel. Di sisi penawaran, petani kecil biasanya kehilangan sertifikat tanah yang jelas, akses ke layanan keuangan formal, menghadapi kurangnya kesadaran dan kapasitas untuk praktik berkelanjutan. Perusahaan yang lebih besar tetap bergantung pada pedagang dan perantara untuk mendapatkan buah kelapa sawit serta sulit membangun keberlanjutan karena asimetri informasi yang sangat tinggi.

 

Meskipun ada mekanisme keberlanjutan seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sistem Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan sebagainya, keterlacakan dan keberlanjutan secara keseluruhan masih menjadi tantangan bagi sebagian besar minyak kelapa sawit produksi Indonesia. Bagi konsumen dan perusahaan yang menghadapi konsumen, RSPO dan ISPO adalah satu-satunya mekanisme pihak ketiga untuk memverifikasi dan melacak keberlanjutan minyak kelapa sawit yang dikonsumsi. Membangun dan mempertahankan keterlacakan minyak kelapa sawit di seluruh rantai nilai sangat kompleks karena banyak faktor – rantai nilai kompleks dengan banyak perantara, tantangan dari segi peraturan, kurangnya kesadaran konsumen, dan sebagainya. Tanpa sistem penelusuran yang transparan dan kuat, hampir tidak mungkin untuk menentukan apakah minyak sawit telah diproduksi secara berkelanjutan (mengikuti ‘NDPE’ – Tanpa Deforestasi, tidak ada pembukaan lahan gambut dan tidak ada praktik Eksploitasi tenaga kerja). Walaupun RSPO telah menghasilkan banyak progres dengan mengadopsi kriteria-kriteria khusus untuk kelapa sawit yang berkelanjutan, masih banyak kritik yang dilayangkan kepada organisasi-organisasi yang memberlakukan persyaratan-persyaratan tersebut[3]. Rantai nilai untuk minyak kelapa sawit juga cukup kompleks, panjang dan beragam – dengan melibatkan pengembang minyak kelapa sawit – baik petani kecil maupun perkebunan perusahaan, pedagang buah kelapa sawit, pabrik-pabrik yang memproses buah kelapa sawit menjadi minyak, penyuling yang menghasilkan produk turunan dari minyak kelapa sawit yang masih mentah dan terakhir perusahaan yang memperdagangkan minyak kelapa sawit kepada konsumen berupa ragam produk dalam portofolio mereka (minyak goreng, biofuel, dan lain-lain). Pasar sudah siap (dan membutuhkan) sebuah intervensi berbasis teknologi yang dapat memastikan transparansi sektor minyak kelapa sawit dan juga mengarahkannya menjadi pasar minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.

 

Blog ini mempersembahkan sebuah visi untuk inisiatif berbasis teknologi blockchain – Palm-Oil Block (POB). Menurut penjelasan Deloitte mengenai blockchain[4] – “Blockchain adalah buku besar kas transaksi yang digital dan tersebar, terekam dan tereplikasi secara langsung (real time) di jaringan komputer-komputer atau node….Tidak dibutuhkan sebuah otoritas pusat untuk mengesahkan transaksinya, maka dari itu blockchain kadang disebut sebagai mekanisme trustless peer-to-peer”. Pada hakikatnya, teknologi blockchain memberikan cara yang lebih aman bagi buku besar kas untuk menyimpan arsip, dan database tanpa perlunya intervensi manual terpusat. Sehingga, biaya verifikasi pengarsipan transaksi dalam sistem berbasis blockchain jauh lebih murah dibandingkan sistem verifikasi terpusat oleh manusia. Hasilnya adalah sebuah model operasi untuk transaksi dalam sistem berdasarkan kepercayaan yang berbasis-sistem (system-based trust) bukan kepercayaan yang berbasis-pihak lain (counter-party based trust).

 

Inisiatif POB bertujuan untuk memanfaatkan karakteristik-karakteristik teknologi blockchain di atas dan bertujuan untuk menciptakan mekanisme yang murah, terpercaya dan dapat dilacak. Pada dasarnya, yang dibutuhkan adalah sistem database yang terintegrasi dan tidak mudah dimanipulasi untuk menyimpan identitas digital minyak kelapa sawit, yang kemudian dapat digunakan oleh semua pemangku kepentingan dalam rantai nilai minyak kelapa sawit – dari penyuling hingga konsumen akhir. Saat ini, sistem untuk memastikan minyak kelapa sawit yang berkelanjutan masih memakan biaya yang tinggi – karena harus sering ada audit, monitor dan pelaporan di keseluruhan rantai nilai minyak kelapa sawit (dari kebun hingga proses pembuatan) dan ini pun memiliki kemungkinan adanya manipulasi data. Dengan inisiatif POB ini, audit, monitor dan pelaporan hanya akan dilakukan pada tingkat perkebunan untuk menciptakan identitas digital minyak kelapa sawit, dan informasi ini kemudian tidak dapat dimanipulasi sepanjang rantai nilai minyak kelapa sawit. Inisiatif ini bertujuan untuk menggunakan teknologi blockchain yang dibarengi dengan perkembangan teknologi terkini dalam ranah industri internet, aplikasi ponsel konsumer-akhir, layanan web dan awan (cloud), dan lain-lain. untuk sepenuhnya mendigitalisasi rantai pasokan minyak kelapa sawit saat ini. Hal ini akan menjadi solusi yang berbasis teknologi terintegrasi, dan yang dapat diimplementasikan di seluruh sektor minyak kelapa sawit, mulai dari sumber (petani minyak kelapa sawit) hingga konsumen akhir. Inisiatif ini juga akan berdampak langsung pada peningkatan nilai dan kesadaran mengenai minyak kelapa sawit berkelanjutan.

 

Masalah utama dari sektor minyak kelapa sawit yang diharapkan dapat diselesaikan dengan POB adalah isu keterlacakan. Hal ini akan dilakukan melalui kerja sama dengan beragam pihak sepanjang rantai nilai untuk mendirikan (dan memerhatikan) sistem keterlacakan untuk minyak kelapa sawit berkelanjutan. Sistem ini akan bekerja sama dengan petani untuk ‘mendigitalisasi’ semua sumber buah minyak kelapa sawit (berdasarkan geo-tagging, deskripsi petani, izin lahan,  dan lain-lain.) – mulai dari perusahaan besar hingga petani kecil. Setelah keterlacakan sumber sudah dipastikan, sistem ini akan bekerja sama dengan pabrik dan penyuling untuk ‘meretrofit’ teknologi (seperti Internet of Things atau IoT, alur proses industri yang didesain ulang, manajemen data, dan lain-lain) yang membangun dan memastikan arsip keterlacakan minyak kelapa sawit bahkan saat produknya berpindah-pindah sepanjang rantai nilai. Pada akhirnya, sistem ini akan bekerja sama dengan perusahaan yang berhadapan dengan konsumen dalam mengimplementasikan kemasan produk baru yang interaktif untuk membantu pemahaman dan kesadaran konsumen mengenai keberlanjutan produk-produk yang mereka beli. Inisiatif POB juga akan membangun teknologi yang konsumen-sentris (consumer-centric) (aplikasi ponsel, analitik data, dan lain-lain) yang memungkinkan konsumen untuk berinteraksi dengan produk yang mereka beli dan menyimpan ‘profil konsumen berkelanjutan’ mereka. Inisiatif ini secara khusus akan bergantung pada kemampuan blockchain dalam memastikan sistem informasi yang murah, dapat dipercaya dan tidak dapat dimanipulasi, serta kemampuan IoT, layanan awan (cloud), dan lain-lain untuk membangun arsip data daring yang aman.

 

Setelah aset ‘minyak kelapa sawit digital’ dibuat pada tingkat perkebunan, aset tersebut akan terus dilacak pergerakannya dalam rantai nilai selama proses ‘perubahan bentuk’ dari buah hingga minyak hingga produk akhir. Proses ini serupa dengan sistem segregasi rantai pasokan di bawah praktik RSPO saat ini[5]. Sepanjang rantai nilai, sistem TI akan dikonfigurasi untuk mengecualikan minyak kelapa sawit yang tidak memiliki identitas digital. Dengan kata lain, setiap perubahan bentuk minyak kelapa sawit yang memiliki identitas digital dapat dilacak asalnya hingga ke aset digital awal yang dibuat di perkebunan. Saat informasi awal mengenai aset digital (buah minyak kelapa sawit) dimasukkan ke dalam sistem, ada antisipasi tantangan last-mile pada tingkat perkebunan. Tahap tersebut merupakan titik paling kritis untuk keberhasilan ekosistem digital ini. Tim inisiatif POB dapat mengalokasikan sumber daya dalam memverifikasi, menginvestasi dan memastikan integritas proses dan operasi pada tingkat perkebunan. Penilaian risiko (risk assessment) dapat dilengkapi dengan fotografi satelit (satellite imagery), audit secara acak, dan skema-skema desain sosial (sebagaimana kelompok swabantu membantu menekan angka kegagalan membayar hutang dalam keuangan mikro). Pembelajaran juga dapat diambil dari teknologi-teknologi berbasis platform seperti AirBnB yang menghadapi permasalahan yang sama dalam memastikan kualitas sistem operasi yang terdistribusi. Selain itu integrasi platform blockchain dan sistem TI sepanjang rantai nilai – dengan sistem produksi minyak kelapa sawit yang melibatkan pabrik, penyulingan dan perusahaan transportasi – merupakan masalah last-mile juga. Secara teori, meretrofit pabrik dan operasi penyulingan minyak kelapa sawit dengan teknologi baru seperti IoT, infrastruktur teknologi berbasis awan (cloud), dan sebagainya seharusnya mudah, namun akan membutuhkan penilaian terlebih dahulu. Dalam jangka panjang, POB bertujuan untuk menciptakan ekosistem baru bagi ‘konsumerisme berkelanjutan’. POB dapat memperkecil jarak antara konsumen akhir dengan petani kelapa sawit dan memungkinkan interaksi bernilai yang lebih tinggi antara konsumen, produsen merek dan petani – contohnya adalah konsumen dapat melakukan urun dana (crowdfunding) untuk memperbaiki keberlanjutan di tingkat petani, interaksi merek untuk meningkatkan kesadaran konsumen dan mengubah orientasi perilaku konsumen, dan sebagainya. Dengan kelahiran ponsel genggam, banyak industri yang semakin konsumen-sentris dan oleh karena itu insiatif POB memungkinkan perusahaan-perusahaan tradisional untuk bergerak ke arah yang sama. Membawa aspek ‘visibilitas konsumen’ dalam rantai pasokan saat ini akan memungkinkan konsumerisme yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Bagi perusahaan yang berhadapan dengan konsumen, POB merupakan mekanisme untuk membangun keunggulan kompetitif berbasis keberlanjutan dalam pasar.

 

[1] “Palm oil is the elephant in the greenhouse”, https://www.theicct.org/blog/staff/palm-oil-elephant-greenhouse

[2] “EU to phase out palm oil from transport fuel by 2030”, https://www.reuters.com/article/us-eu-climatechange-palmoil/eu-to-phase-out-palm-oil-from-transport-fuel-by-2030-idUSKBN1JA21F

[3] “RSPO fails to deliver on environmental and social sustainability, study finds”, https://news.mongabay.com/2018/07/rspo-fails-to-deliver-on-environmental-and-social-sustainability-study-finds/

[4] “Blockchain: A technical primer”, https://www2.deloitte.com/insights/us/en/topics/emerging-technologies/blockchain-technical-primer.html

[5] “RSPO Supply Chains”, https://rspo.org/certification/supply-chains