Tampilkan Komitmen Indonesia di COP 24



Mendukung Pemerintah Indonesia (RI) di bawah kepemimpinan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), GGGI Indonesia secara aktif terlibat untuk menampilkan Indonesia dan memperjuangkan komitmen dan agenda negara ini ajang Konferensi Para Pihak (COP) ke-24 pada Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Katowice, Polandia.

 

Bertempat di Paviliun Indonesia, Bappenas mengadakan diskusi panel pada 10 Desember 2018, yang menyoroti komitmen nasional dan internasional yang ambisius untuk membawa bangsa ini melampaui batas-batas konsep pengurangan emisi dan aksi iklim dalam rencana pembangunan mendatang, serta memainkan peran utama menuju pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau.

 

“Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh untuk mengintegrasikan tindakan nyata dalam bentuk pembangunan rendah karbon ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dengan mengarusutamakan prinsip dan pendekatan pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau di dalamnya,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional RI Bambang P.S. Brodjonegoro dalam sambutan pembukaannya. “Pemerintah juga berkomitmen mengembangkan skema pembiayaan terpadu dan menerbitkan obligasi hijau, untuk mendukung transisi menuju energi rendah karbon,” tambahnya.

 

Diskusi panel ini menampilkan tokoh-tokoh terkemuka, termasuk Direktur Jenderal GGGI Frank Rijsberman, Sekretaris Negara Kementerian Iklim dan Lingkungan Norwegia Sveinung Rotevatn, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana, dan Ekonom Energi di Bank Investasi Eropa David Kerins. Pernyataan penutup oleh Wakil Menteri Urusan Maritim dan Sumber Daya Alam Bappenas Arifin Rudiyanto menyimpulkan, tidak ada trade-off antara keberlanjutan dan pembangunan.

 

Pada minggu yang sama, KLHK juga menyelenggarakan dua sesi panel—satu pada 12 Desember 2018 membahas solusi keuangan untuk implementasi NDC dan sesi lain pada 14 Desember 2018 berdasarkan pengalaman implementasi REDD+ di Kalimantan Timur, Indonesia.

 

Sesi pertama resmi dibuka oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Dr. Ruandha Agung Sugardiman, yang juga menjadi moderator diskusi panel, yang menampilkan pembicara terkemuka dari Global Green Growth Institute, Rwanda Green Fund (FONERWA), dan Green Climate Fund (GCF). Sesi ini memamerkan tonggak-tonggak kunci dari berbagai upaya global yang sudah dilakukan untuk meninjau, menganalisis, dan mengidentifikasi proyek-proyek ramah lingkungan, dan berhasil menyoroti komitmen serius Indonesia untuk mempromosikan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan menemukan kombinasi produk keuangan yang tepat untuk membiayai implementasi NDC.

 

Sesi kedua KLHK secara khusus menyoroti pembelajaran dari persiapan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF)-Program Dana Karbon di Kalimantan Timur Indonesia, yang kembali menampilkan Dirjen PPI Dr. Ruandha Agung Sugardiman dan Kepala Badan Litbang dan Inovasi Dr. Agus Justianto, serta perwakilan dari Program FCPF Bank Dunia, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, National Forest Corporation (CONAF)–Chile, dan Administrasi Kehutanan Vietnam. Penasihat Senior untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional Dr. Nur Masripatin dalam pidato pembukaannya menegaskan bahwa REDD+ Indonesia mengalami kemajuan, baik di bidang teknis maupun kebijakan. Yang paling penting, dengan dukungan GGGI, gubernur juga mendukung integrasi program pengurangan emisi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan telah mengalokasikan sebagian dari anggaran provinsi untuk kegiatan yang terkait dengan REDD+.

 

Menutup minggu ini, Indonesia berhasil menekankan posisi yang sangat penting dalam memastikan iklim global dan keberlanjutan planet ini. Indonesia tidak dapat menyelesaikan perubahan iklim sendiri karena memiliki banyak masalah domestik lainnya. Tetapi dunia tidak dapat menghentikan perubahan iklim tanpa Indonesia. Lembaga keuangan global, termasuk bank, penyandang dana, dan pemerintah asing perlu memainkan peran yang lebih besar untuk mengalihkan investasi mereka ke dalam proyek-proyek yang memastikan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.