Lanskap Berkelanjutan Mendorong Indonesia Mencapai Tujuan Net Zero FOLU



Indonesia menyadari kebutuhan mendesak untuk mengatasi perubahan iklim, telah mengambil langkah tegas dengan Enhanced Nationally Determined Contribution (Enhanced NDC). Komitmen yang diperbarui ini menyelaraskan negara dengan aspirasi global yang diuraikan dalam Persetujuan Paris.

 

Pada tahun 2022, Indonesia meningkatkan target iklimnya, meningkatkan pengurangan emisi dari yang awalnya 29% menjadi 31,89% tanpa syarat. Dengan dukungan internasional, ambisi ini meningkat dari 41% menjadi 43,20%. Terutama di sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (FOLU), Indonesia berjanji mengurangi sebesar 17,4% tanpa syarat dan 25,4% dengan dukungan bersyarat.

 

Di sektor kehutanan, pada tahun 2030, negara ini bertujuan untuk memulihkan 2 juta hektar lahan gambut dan merehabilitasi 12 juta hektar lahan lainnya yang telah mengalami degradasi. Upaya-upaya ini sangat penting karena hutan dan lahan yang sehat menyerap karbon dioksida, yang membantu mengurangi efek perubahan iklim, sehingga menguntungkan bagi lingkungan dan masyarakat. Hal ini menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam mempromosikan penggunaan lahan yang berkelanjutan dan tindakan iklim di panggung dunia. Namun, seperti banyak negara lain, tantangannya tidak hanya terletak pada penetapan target yang ambisius, tetapi juga pada eksekusi dan pemantauan inisiatif secara konsisten untuk memastikan negara tetap pada jalurnya dalam mengatasi perubahan iklim.

 

Untuk mencapai FOLU Net Sink 2030, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menguraikan beberapa strategi, termasuk meningkatkan reboisasi dan rehabilitasi hutan, mengurangi deforestasi, dan mempromosikan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan. Selama 10 tahun terakhir, Global Green Growth Institute (GGGI) telah mendukung komitmen untuk menyelaraskan kebijakan sektor penggunaan lahan dengan target perubahan iklim. Di antara kontribusinya adalah mendukung pengembangan Sistem Integrasi Perencanaan Program Berbasis Spasial di tingkat tapak dan dokumen FOLU Net Sink 2030. Selain itu, bekerja sama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, GGGI mendukung pengembangan Peta Jalan Mitigasi NDC.

 

“Dukungan GGGI kepada KLHK dalam program GGP Fase 3 itu adalah antara lain penyusunan peta jalan implementasi NDC, yang sampai sekarang digunakan sebagai salah satu acuan bagi Kementerian/Lembaga terkait untuk pelaksanaan aksi mitigasi baik terkait pengembangan kebijakan maupun program-program aksi mitigasi perubahan iklim sesuai dengan kewenangan mereka, ujar Yulia Suryati, S.Si., M.Sc., Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK.

 

Yulia juga menambahkan bahwa melalui proyek tersebut, koordinasi antara kementerian terkait untuk inisiatif mitigasi perubahan iklim sedang meningkat. “Proyek Lanskap Berkelanjutan GGGI telah memungkinkan kami untuk meningkatkan koordinasi antar kementerian untuk inisiatif mitigasi perubahan iklim, yang telah menghasilkan sinergi yang lebih baik selama aktivitas kebijakan dan program lintas kementerian,” kata Yulia.

 

Perjalanan Pemerintah Indonesia menuju pengelolaan lahan berkelanjutan sangat inspiratif dan ambisius. Inti dari upaya ini adalah Proyek Lanskap Berkelanjutan (Proyek SL), sebuah inisiatif kolaboratif yang melibatkan banyak pihak kunci di tingkat nasional, termasuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), KLHK, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Dedikasi pemerintah bersinar terang melalui program perhutanan sosial. Menurut Bappenas, dari 500.000 hektar perhutanan sosial pada tahun 2014, Indonesia telah mengembangkannya menjadi 5 juta hektar pada tahun 2023. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menetapkan target yang lebih ambisius, yaitu lebih dari 12 juta hektar, yang menunjukkan bahwa Indonesia benar-benar berkomitmen untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

 

“Bappenas bekerja sama dengan GGGI dalam merumuskan studi latar belakang untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 untuk meningkatkan pemanfaatan optimal 5kawasan hutan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih hijau. Inisiatif ini melibatkan penilaian kondisi saat ini di dalam 5kawasan hutan dan meningkatkan kontribusinya terhadap ekonomi, pengurangan emisi gas rumah kaca, konservasi keanekaragaman hayati, dan keberlanjutan sumber daya hutan untuk masa depan,” kata Nur Hygiawati Rahayu, Direktur Konservasi Sumber Daya Air dan Kehutanan di Bappenas.

 

Lebih lanjut, Nur menjelaskan bagaimana studi latar belakang untuk sektor kehutanan memberikan masukan yang memungkinkan pemerintah pusat untuk merumuskan RPJMN yang lebih terstruktur dengan target dan indikator yang selaras dengan kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi, masyarakat, dan lingkungan. “Dengan demikian, kita dapat menilai kontribusi sektor kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga kualitas lingkungan, keanekaragaman hayati, dan upaya pengurangan emisi,” tambahnya.

 

Untuk memberikan dampak yang berkelanjutan pada pertumbuhan hijau, penting untuk mengasah keahlian aparatur sipil negara (ASN) dalam konsep pembangunan ekonomi hijau. Selain itu, sangat penting untuk memandu mereka dalam memprioritaskan kebijakan pembangunan rendah karbon, rencana pembangunan berkelanjutan, dan investasi hijau. Berbagi pengetahuan dan pengembangan kapasitas merupakan inti dari transformasi hijau ini. Sejalan dengan visi ini, LAN bermitra dengan GGGI untuk mengembangkan modul pembelajaran elektronik ProHijau. Materi pembelajaran daring yang berpusat pada prinsip-prinsip pertumbuhan ekonomi hijau ini telah dibagikan kepada para pejabat pemerintah di seluruh Indonesia.

 

“Kolaborasi antara LAN dan GGGI telah berlangsung sejak tahun 2016 dan berlanjut hingga tahun 2022 dan bahkan diperpanjang hingga tahun 2023. Dampak yang kami rasakan dari program ini cukup signifikan dan terimplementasi dengan baik, terbukti dari beberapa pencapaian dan program yang telah berhasil dijalankan. Hal ini mencakup pengembangan kompetensi di kalangan ASN baik di bidang teknis maupun manajerial. Selain itu, beberapa kebijakan strategis yang telah dirumuskan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan kesadaran di kalangan ASN di seluruh jajaran pemerintahan tentang pentingnya gerakan ekonomi hijau.” ujar Sherwin Mikhael Soantahon, Analis Kebijakan dan Subkoordinator Bagian Akademik LAN.

 

Untuk memastikan lingkungan hidup yang berkelanjutan, diperlukan aliran dana dari berbagai sumber. Pemerintah Indonesia telah membentuk BPDLH pada tahun 2019 sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab untuk mengelola dana lingkungan hidup secara profesional, kredibel, dan tepercaya. BPDLH dan GGGI telah berkolaborasi dalam memperkuat  pengembangan pedoman distribusi dana TERRA dan memfasilitasi peningkatan kapasitas organisasi perantara. BPDLH dan GGGI juga telah bekerja sama melalui program Fasilitas Dana Bergulir dengan memperkuat strategi kebijakan, pengembangan pedoman penyaluran dana bergulir, instrumen penilaian, dan indikator kinerja fasilitas dana bergulir.

 

“Salah satu tujuan utama dari kerja sama ini adalah untuk mempersiapkan instrumen yang diperlukan untuk menyalurkan dana program kepada para penerima manfaat. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi bantuan teknis kepada personil BPDLH untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam mengimplementasikan program-program seperti dana bergulir di tingkat tapak,” ujar Nining Ngudi Purnamaningtyas, Direktur Penyaluran Dana BPDLH.

 

Selain Fasilitas Dana Bergulir, BPDLH dan GGGI juga merancang Kerangka Kerja/Rencana Investasi untuk Indonesia FoLU Net Sink 2030, yang digunakan sebagai pedoman untuk memobilisasi investasi sebesar USD 56 juta dari Kontribusi Berbasis Hasil Norwegia-Indonesia pada tahun 2016-2017 untuk distribusi berbasis insentif pada tahun 2023-2025.

 

Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya di bidang kehutanan dan kelestarian lingkungan, RPJMN yang telah dirancang oleh pemerintah pusat perlu diimplementasikan ke dalam rencana pembangunan daerah. Baru-baru ini, para pejabat pemerintah daerah telah menjalani kegiatan pelatihan mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

 

“Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan GGGI menyiapkan rencana pembangunan untuk wilayah tersebut, seperti revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2023 dan proses evaluasi dalam upaya provinsi tersebut untuk mencapai tujuan SDG. Juga, dalam mengembangkan rencana KLHS Kalimantan Timur,” ujar Yusliando, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan Timur.

 

Selain kegiatan pelatihan terkait KLHS, pemerintah daerah juga menyelenggarakan sesi pelatihan tentang perencanaan dan penganggaran untuk Pembangunan Rendah Karbon untuk persiapan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Kalimantan Timur (2024-2026), yang telah meningkatkan kapasitas lembaga pemerintah provinsi dalam menghitung pengurangan emisi dan mengidentifikasi kegiatan yang relevan untuk tujuan pengurangan.

 

“Yang telah dilakukan Indonesia dalam hal mengurangi deforestasi sangat mengesankan dan sangat menginspirasi bagi seluruh dunia. Laju deforestasi di Indonesia mencapai rekor terendah dalam 20 tahun terakhir. Norwegia sangat bangga dapat mendukung Indonesia dalam memerangi perubahan iklim, khususnya mengurangi deforestasi,” ujar Gunhild Oland Santos-Nedrelid, Konselor Hutan dan Iklim, Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia untuk Indonesia.

 

Gunhild menambahkan bahwa Proyek SL telah mendapatkan manfaat dari kepemimpinan pemerintah yang kuat, baik di tingkat nasional maupun subnasional. Proyek ini telah berhasil mengarusutamakan dan meluncurkan serangkaian kebijakan, program, dan inisiatif pembangunan yang hijau, berkelanjutan, dan inklusif.

 

Dampak yang menggembirakan dari kemitraan antar pemerintah ini, seperti halnya kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dan GGGI, harus dipertahankan dalam jangka panjang. Sebagai salah satu negara dengan konsentrasi hutan hujan tertinggi, bentang alam Indonesia yang berkelanjutan harus terus dikelola dan dilestarikan dengan baik. Ketika pengurangan emisi gas rumah kaca yang substansial tercapai di Indonesia, maka dampak positifnya juga akan dirasakan secara global.