Kontribusi GCF terhadap Pendanaan Perubahan Iklim di Indonesia dan Langkah ke Depan



Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan sebagai National Designated Authority (NDA) untuk Green Climate Fund di Indonesia, mengadakan seminar web bertajuk “Accessing the Green Climate Fund in Indonesia”, pada 24 Juni 2020. Dalam acara tersebut, perwakilan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), Green Climate Fund (GCF), dan Global Green Growth Insitute (GGGI) turut berpartisipasi sebagai narasumber. Acara ini sekaligus menandakan peresmian dokumen Country Programme Indonesia untuk GCF dan situs web NDA.

 

Dalam pelaksanaannya, GCF mengedepankan prinsip ‘country ownership’ untuk memastikan bahwa proyek yang diajukan ke GCF selaras dengan kebijakan dan prioritas nasional di Indonesia terkait perubahan iklim. Untuk mendukung penyelarasan dengan sektor area GCF, NDA menerbitkan dokumen Country Programme yang menjadi pedoman utama para pengusul proyek serta Entitas Terakreditasi dalam merencanakan proyek potensial yang dapat didanai oleh GCF.

 

Merujuk pada dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), dokumen Country Programme memuat sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan di Indonesia beserta instrumen keuangan apa yang sebaiknya diajukan untuk masing-masing sektor.

 

Seminar ini juga membahas kontribusi fasilitas keuangan internasional terhadap mekanisme keuangan nasional terkait perubahan iklim. Direktur PT SMI, Darwin Djajawinata, berbagi pengalaman PT SMI dalam membiayai proyek perubahan iklim hingga dapat mengakses berbagai pendanaan internasional seperti GCF. Bagi pihak swasta, PT SMI dengan SDG Indonesia One dan GCF, dapat menjadi mitra terpercaya untuk bersama-sama mengembangkan aksi perubahan iklim di Indonesia.

 

Selain pihak swasta, pemerintah daerah dan lembaga non-pemerintah lokal juga dapat mengakses pendanaan GCF, serta mendukung proyek-proyek hijau melalui mekanisme keuangan mikro dan green bonds. Sementara itu, adanya BPDLH memperbesar kesempatan Indonesia untuk mengakses berbagai pendanaan iklim internasional. Dalam hal ini, GCF juga dapat menjadi donor potensial bagi BPDLH, tentu dengan melalui proses akreditasi. Hal ini disampaikan oleh Leo Park, Financial Institutions Manager dari unit Private Sector Facility GCF yang menyampaikan ketertarikan untuk bekerjasama dengan BPDLH. Dalam salah satu presentasinya, ia menyampaikan satu program kesiapan di Mongolia yang memiliki kemiripan dengan tujuan pembentukan BPDLH, yaitu Mongolia Green Financing Corporation (MGFC), badan pembiayaan nasional yang khusus membiayai aktivitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. MGFC menggunakan fasilitas persiapan proyek GCF untuk membentuk struktur institusi, skema investasi, dan operasional awal badan.

 

Kedepannya, pengalaman dari berbagai organisasi yang diwakili oleh para narasumber diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan serta calon entitas terkreditasi lain, terutama bank nasional, atau lembaga keuangan lainnya, dalam mengakses pendanaan GCF. Bagi para pengusul proyek, dokumen Country Programme juga dapat menjadi acuan perumusan proposal proyek perubahan iklim kepada GCF.