GGP3: Mendukung Pertumbuhan Hijau dan Pendanaan Iklim di Indonesia



Di tengah pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung, Program Pertumbuhan Hijau Tahap 3 (Green Growth Program Phase 3/GGP3) yang dimulai pada Januari tahun ini telah berjalan dengan cukup baik. Menjelang akhir tahun 2021, berikut laporan beberapa hal penting dan pencapaian yang telah berhasil dicapai oleh GGP3, berkat kerja keras dan komitmen tinggi dari semua pemangku kepentingan, mitra, donor, dan pendukung lainnya.

 

Proyek Lanskap Berkelanjutan (SL)

Melalui outcome perencanaan dan kebijakan (Outcome 1) untuk sektor Kehutanan dan Lanskap Berkelanjutan, GGP3 telah mendukung pemerintah pusat dan daerah (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, Papua, dan Jambi) dalam meningkatkan kualitas rencana serta instrumen perencanaan dan kebijakan melalui pendekatan konsultatif dan dengan sinkronisasi hasil sejauh mungkin, serta dengan dukungan teknis yang diberikan oleh GGGI sesuai kebutuhan masing-masing mitra pemerintah.

 

 

GGGI telah mendukung 20 rencana dan kebijakan nasional dan subnasional yang mengadopsi dan mengarusutamakan agenda Penurunan Emisi GRK Indonesia, termasuk kajian lingkungan strategis subnasional, dan rencana pembangunan dan sektoral. Kemajuan yang menggembirakan juga datang dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara dan Papua Barat yang menyatakan komitmen untuk mereplikasi inisiatif Kalimantan Timur pada program pengurangan emisi provinsi, yang telah mendapatkan komitmen investasi dari Dana Karbon FCPF.

 

Di bawah outcome mobilisasi investasi (Outcome 2), Provinsi Kalimantan Selatan dengan Program Revolusi Hijau telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Dinas Kehutanan mempelopori program tersebut dengan memprakarsai beberapa proyek, termasuk proyek Pembayaran Jasa Ekosistem (Payment for Ecosystem Services/PES)—bekerja sama dengan GGGI, yang memperoleh dukungan mayoritas pada Oktober 2021.

 

 

GGGI dan PT SMI juga terus bekerja sama erat sejak penandatanganan MoU pada tahun 2016. Baru-baru ini, kemitraan tersebut mengambil langkah maju untuk mengonsep dan mengimplementasikan program yang berfokus pada energi terbarukan. Sejak dimulai pada Juli 2021, proyek Green-Technical Advisory Package (Green-TAP) telah memberikan dukungan uji tuntas teknis dan finansial kepada PT SMI untuk lima proyek energi terbarukan (terdiri dari proyek mini-hidro, biogas, dan panas bumi) yang mewakili jalur investasi sebesar USD 232 juta. Proyek Green-TAP kemudian diselaraskan dengan hasil keseluruhan GGGI untuk memobilisasi investasi dalam proyek-proyek yang berkontribusi terhadap target NDC dan SDG Indonesia, khususnya proyek-proyek energi terbarukan.

 

 

 

Di bawah outcome pengembangan kapasitas (Outcome 3), 13 kegiatan peningkatan kapasitas telah diselenggarakan untuk pejabat publik. Melalui kegiatan tersebut, GGP3 telah melatih 545 pegawai negeri sipil dan staf universitas. Prioritas diberikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat yang diwajibkan untuk menyusun dokumen KLHS setelah pemilihan kepala daerah. Nilai tambah yang dari intervensi GGGI terhadap GGP3 adalah pembinaan yang diberikan kepada tim penulis dan validator KLHS Papua dan Papua Barat, yang mengaplikasikannya langsung pada dokumen KLHS mereka. Hal ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga meningkatkan kualitas dokumen KLHS pada saat yang bersamaan. GGGI juga membangun keahlian KLHS dengan melatih staf universitas lokal dengan pengetahuan KLHS. Pelatihan dan pendampingan validasi KLHS yang diselenggarakan di Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Utara ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia.

 

Untuk mendukung bisnis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), SL Project juga mengembangkan program kapasitas komprehensif yang memperkenalkan program peningkatan keterampilan baru melalui inkubasi bisnis, hubungan pasar, dan membantu bisnis terpilih untuk mempersiapkan dan menawarkan kepada calon investor. Pelatihan ini diarahkan untuk meningkatkan bisnis lokal menjadi lebih hijau dan lebih bankable yang pada gilirannya akan mendukung peluang mata pencaharian lokal. Pelatihan pertama direncanakan di Kalimantan Utara pada Januari 2022.

 

Program Kesiapan GCF Fase 2

GGGI di bawah GGP3 juga mendukung Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan selaku National Designated Authority (NDA) GCF di Indonesia sebagai delivery partner untuk program Kesiapan Green Climate Fund (GCF). Program kesiapan GCF fase II, yang dimulai pada 2020, telah mendukung pengembangan dan penguatan jalur proyek GCF Indonesia, strategi pendanaan iklim nasional, entitas akses langsung, dan program negara GCF.

 

Melalui Call for Project Concept Notes (PCNs) ke-2, program ini telah memperluas pipeline proyek iklim di Indonesia dan membangun kapasitas pemrakarsa proyek untuk mengembangkan proyek iklim yang kuat. Pada akhirnya, program ini memperantarai 11 konsep matchmaking dengan delapan Entitas Terakreditasi (AE) nasional dan internasional. Total nilai proyek dari 11 concept note (CN) ini mencapai USD 535 juta, di mana 60% di antaranya akan dibiayai bersama dari sumber lain, di samping dari GCF. Hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari para pendukung proyek di Indonesia terhadap proyek iklim. Pendekatan berbasis permintaan ini memperkuat prinsip kepemilikan negara atas proyek-proyek yang dibiayai oleh sumber-sumber dana iklim internasional. Program ini juga memperkuat kepemilikan negara untuk lebih meningkatkan kapasitas entitas nasional (Direct Access Entities – DAE) untuk meningkatkan akses ke GCF. Di antara 11 CN, 4 CN sedang diperkuat bekerja sama dengan DAE.

 

Program Kesiapan GCF tahap II juga telah mendukung Pemerintah Indonesia dalam mempercepat akses pendanaan iklim. Climate Finance Fiscal Framework (CCFF) merupakan salah satu studi kebijakan untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam merumuskan strategi pendanaan iklim yang kuat baik dari dalam maupun luar negeri. Kerangka kerja tersebut akan diselesaikan pada Desember 2021. Pendanaan iklim internasional juga menyoroti pentingnya pengarusutamaan prinsip-prinsip gender dan inklusi sosial dalam proyek yang didanainya. Oleh karena itu, pedoman yang menargetkan pemrakarsa proyek Indonesia telah dikembangkan.

 

 

Melalui Program Kesiapan GCF, NDA juga melakukan pertemuan pertukaran pengetahuan dengan 3 negara lain: Mongolia, Uganda, dan Papua Nugini. Dalam pertemuan tersebut, para peserta berbagi pengalaman dan pembelajaran dalam memperkuat akses langsung negara ke GCF, khususnya pada pengembangan pipeline proyek dan akreditasi DAE. Secara keseluruhan, sepanjang 2021, NDA telah menyelenggarakan 8 sesi sosialisasi dan 3 kegiatan peningkatan kapasitas. Acara ini sukses melibatkan 1.200 peserta, dengan partisipasi yang hampir setara antara laki-laki (54%) dan perempuan (46%).

 

Proyek DAPA

Proyek Designing Article 6 Policy Approaches (DAPA) bertujuan mendukung Pemerintah Indonesia dalam merancang pendekatan kebijakan untuk menciptakan Internationally Traded Mitigation Outcomes (ITMOs). ITMO ini dapat diperdagangkan sebagai bagian “tambahan” dari pengurangan emisi GRK yang melampaui NDC Indonesia dengan menggunakan aturan perdagangan karbon berdasarkan Pasal 6 Persetujuan Paris. Di bawah proyek DAPA, GGGI memberikan bantuan teknis untuk merancang kerangka kebijakan dan tata kelola di mana ITMO dapat diukur, diverifikasi untuk menghindari penghitungan ganda, dan kemudian ditransfer menggunakan perjanjian bilateral yang disebut Mitigation Outcomes Purchasing Agreements (MOPA). Hasil proyek DAPA akan memberikan landasan yang baik untuk menerapkan perdagangan karbon, instrumen ekonomi penting untuk mencapai NDC dan tujuan pembangunan rendah karbon, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 21/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang baru-baru ini diterbitkan.

 

 

Proyek BioCNG

Di Indonesia, proyek BioCNG dibangun berdasarkan kerja GGGI dalam energi terbarukan di Indonesia, dan kerjasama erat GGGI dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga saat ini. Proyek ini berfokus pada pengembangan limbah dari sektor kelapa sawit, kotoran ternak dan MSW organik sebagai saluran pipa untuk produksi BioCNG. Potensi besar jenis limbah ini untuk pembangkitan BioCNG dapat diwujudkan dengan menutup kesenjangan dalam kerangka peraturan, dengan meningkatkan kualitas bahan baku dan mengatasi risiko tinggi yang dihadapi dalam usaha BioCNG.

 

Adopsi BioCNG diharapkan memberi beberapa manfaat di dalam negeri termasuk meningkatkan profil keberlanjutan industri pertanian, khususnya sektor kelapa sawit. Hal ini akan mengurangi pencemaran lingkungan, penggunaan TPA dan pengeluaran impor bahan bakar. Manfaat utama adalah pemisahan di sumber yang diperlukan, yang membantu memenuhi beberapa target yang diamanatkan secara nasional untuk pengelolaan sampah kota dan strategi Bappenas tentang Ekonomi Sirkular.

 

 

Proyek Climate Action Enhancement Package (CAEP)

Didukung oleh Proyek Climate Action Enhancement Package (CAEP), Indonesia semakin memperkuat komitmen iklimnya melalui dokumen Updated NDC—yang diserahkan ke UNFCCC pada 22 Juli 2021—dengan target pengurangan emisi yang memperkuat keselarasan antara tujuan penanggulangan perubahan iklim dan pembangunan negara. Dokumen ini berhasil difinalisasi setelah lebih dari satu tahun proses tinjauan dan konsultasi multipihak yang ekstensif di bawah pimpinan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

 

Indonesia kini berkomitmen untuk menurunkan target emisi GRK tanpa syarat menjadi 29% dan hingga 41% dengan dukungan internasional dibandingkan skenario business-as-usual (BAU), masing-masing sebesar 834 Mt CO2e dan 1.185 Mt CO2e, pada 2030. Updated NDC mencerminkan kemajuan terutama dalam peningkatan ambisi adaptasi, peningkatan kejelasan tentang mitigasi dengan mengadopsi buku aturan Persetujuan Paris (Paket Katowice), menyelaraskan konteks nasional yang terkait dengan kondisi yang ada, tonggak sejarah di sepanjang pembangunan nasional periode 2020-2024, dan jalur indikatif menuju visi jangka panjang (Visi Indonesia 2045 dan Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon dan Tangguh Iklim 2050/LTS-LCCR 2050), serta menerjemahkan Buku Aturan Persetujuan Paris (Paket Katowice) ke dalam konteks Indonesia.

 

 

Dengan komitmen mitigasi dan adaptasi yang diperkuat, Updated NDC mencerminkan adopsi Indonesia atas Buku Aturan Persetujuan Paris (Paket Katowice) yang baru-baru ini ditetapkan ke dalam konteks nasional untuk memastikan efektivitas dan efisiensi dalam mengimplementasikan Perjanjian. Pendekatan ini juga mengkomunikasikan kemajuan dan pencapaian sejalan dengan pembangunan nasional dan visi jangka panjang, yang tercermin dalam LTS-LCCR 2050.

 

 

RE-ACT

Indonesia baru-baru ini memperoleh dukungan dari Pemerintah Selandia Baru untuk mempercepat transisi Indonesia dari energi berbasis fosil ke energi terbarukan, melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang memungkinkan pencapaian target energi terbarukan dan NDC yang lebih ambisius. GGGI sebagai delivery partner akan membantu Bappenas dan Kementerian ESDM dalam pelaksanaan program dukungan yang komprehensif ini. Sebagai bagian dari kemitraan tersebut, Selandia Baru menyediakan USD 3,6 juta, untuk mendukung transisi Indonesia ke energi terbarukan.

 

Perjanjian Pendanaan Hibah untuk proyek yang bertajuk “Energi Terbarukan – Percepatan Transisi di Indonesia” (RE-ACT) ini ditandatangani pada 27 Oktober 2021 oleh Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia, Mr. Kevin Burnett, dan Direktur Jenderal dari GGGI, Dr. Frank Rijsberman. Perjanjian lima tahun tersebut resmi menunjuk GGGI sebagai delivery partner Pemerintah Indonesia, memberikan dukungan penuh kepada Bappenas dan Kementerian ESDM melalui tiga alur kerja: (1) kerangka kebijakan dan dukungan implementasi, (2) pelibatan pemangku kepentingan dan pengembangan kapasitas, dan (3 ) instrumen de-risiko dan mekanisme pembiayaan yang dirancang melalui pelibatan pemangku kepentingan.

 

Monitoring, Evaluation, Reporting, and Improvement (MERI)

Tahun 2021 ini, GGGI Indonesia membentuk unit monitoring, evaluation, reporting, and improvement (MERI), yang menjadi fungsi penting untuk memantau dan melaporkan kegiatan dan hasil program secara teratur. Keberadaan MERI telah meningkatkan struktur pelaporan dan membuat laporan lebih akurat, lengkap, dan akuntabel.

 

MERI telah mengembangkan rencana pemantauan untuk proyek tertentu, dan rencana pemantauan tingkat program secara keseluruhan sedang dikembangkan, yang akan memandu pengumpulan, analisis, dan pelaporan data GGGI sesuai dengan kebutuhan mitra pemerintah Indonesia, kantor pusat GGGI, maupun donor.

 

Untuk proyek baru dalam pengembangan, MERI membantu para manajer merancang kerangka hasil dan memilih indikator untuk keluaran, hasil, dan dampak. Setelah pelaksanaan proyek berlangsung, indikator-indikator ini dilacak untuk memantau kemajuan dan hasil secara berkelanjutan.

 

Tantangan khusus di tahun-tahun mendatang adalah mengevaluasi dampak proyek dan program GGGI secara lebih baik, terhadap pencapaian tujuan Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

 

Komunikasi

Kegiatan komunikasi, yang mendukung semua proyek di bawah GGP3, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan akses ke berbagai pengetahuan dan informasi, khususnya mengenai ambisi NDC dan LCDI. Kegiatan di Fase 3 dimulai dengan Analisis Situasi yang komprehensif dengan fokus pada komunikasi untuk mendukung kegiatan komunikasi pemerintah dengan lebih baik. Melalui wawancara mendalam dan Focus Group Discussion, temuan analisis menyimpulkan bahwa komunikasi tentang topik-topik tersebut saat ini tidak efektif dalam meningkatkan kesadaran dan selera audiens. Rendahnya kesadaran dan selera audiens terutama disebabkan oleh tiga faktor: (1) penggunaan istilah teknis yang sulit, (2) gaya komunikasi satu arah, dan (3) kesulitan dalam memperoleh informasi.

 

 

Hasil analisis telah diterjemahkan dalam Strategi Komunikasi untuk NDC dan LCDI, yang menyerukan “demokratisasi” NDC dan LCDI, menafsirkan inklusivitas sebagai “Saya tahu dan Anda tahu apa yang kita bicarakan” dan, dalam komunikasi, itu berarti memilih untuk menggunakan bahasa yang paling sederhana, membawa diskusi ke tingkat “jalanan” dan ke tempat nongkrong santai di antara teman-teman terbaik.

 

Hasil analisis, khususnya mengenai NDC, telah melahirkan inisiatif yang disebut “Kawal Karbon” yang dicanangkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (DJPPI) KLHK. Inisiatif ini akan menjadi platform utama untuk upaya demokratisasi NDC dan tata kelola partisipasi pemangku kepentingan utama KLHK dalam implementasi dokumen Updated NDC dan LTS-LCCR 2050 yang telah diserahkan ke UNFCCC pada Juli 2021, serta persiapan regulasi penetapan nilai ekonomi karbon. Inisiatif ini dilengkapi dengan berbagai produk komunikasi antara lain Policy Brief Kawal Karbon, Video Kawal Karbon, dan Kamus Kawal Karbon, yang menjelaskan banyak istilah dan konsep teknis dalam Updated NDC dan LTS-LCCR 2050 dengan bahasa sehari-hari yang sederhana.

 

 

Untuk LCDI, lokakarya perencanaan komunikasi telah dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil analisis dan strategi komunikasi. Diikuti oleh 20 orang yang terdiri dari staf kunci Sekretariat LCDI dan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, termasuk tim komunikasi sekretariat, hasil lokakarya terdiri dari pesan utama, target audiens, dan saluran komunikasi yang tersedia saat ini di Sekretariat LCDI, berdasarkan masukan yang dikumpulkan dari peserta. Hasil akhirnya berupa skeleton atau kerangka draf Rencana Komunikasi LCDI, yang diharapkan selesai pada akhir tahun ini dan akan terus menjadi cetak biru untuk semua kegiatan komunikasi Sekretariat LCDI, bahkan jauh setelah proyek ini berakhir.