Gerakan Green Training Centre



Ajriani Munthe Salak adalah Kepala Bidang Akademis dan Pembinaan Alumni di Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia, sebuah entitas nasional yang bertanggung jawab untuk membangun kapasitas aparatur sipil negara (ASN).

 

Global Green Growth Institute (GGGI) telah berkolaborasi dengan LAN sejak 2017 untuk mengembangkan kurikulum pertumbuhan hijau guna membekali ASN Indonesia di seluruh tingkatan dengan kesadaran, pemahaman, dan keterampilan untuk menyertakan pertumbuhan hijau dalam kegiatan pengambilan keputusan, yang pada gilirannya akan membantu mencapai lima hasil yang diinginkan: (1) pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, (2) menyediakan layanan ekosistem yang sehat dan produktif, (3) pertumbuhan inklusif dan merata, (4) ketahanan sosial, ekonomi dan lingkungan, serta (5) pengurangan emisi gas rumah kaca.

 

Ibu Ajriani sejauh ini berada di garis depan perubahan perilaku dalam LAN, merangkul ‘gaya hidup hijau’ sambil menginspirasi rekan-rekan satu lembaga. Hal ini adalah wujud dampak yang signifikan dengan cara “pelatih” melakukan apa yang mereka ajarkan, yang diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak ASN di negara ini untuk melakukan hal yang sama dan mampu memimpin perubahan yang diperlukan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi bebas deforestasi di Indonesia.

 

Pewawancara (P): Pada tahun 2016, gerakan untuk membangun green training centre sudah mulai dicanangkan pada Pusat Pendidikan Pelatihan Teknis dan Fungsional (Pusdiklat TF), Lembaga Administrasi Negara (LAN). Sekarang, Pusat ini telah berganti nomenklatur menjadi Pusat Pengembangan Kompetensi Teknis dan Sosial Kultural (Pusbangkom TS). Tentunya dengan tanggung jawab baru. Gerakan tersebut, pada awalnya dipicu oleh kebijakan Kepala LAN untuk mendorong inovasi dalam pelayanan dan penyelenggaraan kegiatan pada setiap unit kerja. Jadi, green training centre merupakan inisiatif dari staf Pusbangkom TS, yang kini telah menjadi gerakan ‘wajib’. Apa saja inovasi yang dilakukan oleh Pusbangkom?

 

Ajriani Munthe Salak (AMS): Kami mulai dengan paperless pada seluruh kegiatan pelatihan kami. Awalnya tidak mudah karena Pusbangkom harus mengembangkan sistem elektronik atau digital untuk semua bahan pelatihan, terutama modul, panduan, jadwal, dan bahan siaran yang menjadi ‘indikator’ pelayanan yang prima. Tidak semua staf memiliki persepsi yang sama akan pentingnya gerakan paperless. Di tingkat manajemen, kami juga harus mengubah anggaran. Tantangan lainnya adalah membangun pelayanan dan sistem pembelajaran daring. Namun, kendala yang ada memaksa kami jadi kreatif dan inovatif.

 

P: Kenapa terpaksa?

 

AMS: Inovasi yang diprakarsai oleh Kepala LAN ini bersifat instruktif dan kompetitif. Oleh karena itu, kendala yang ada telah menimbulkan pemikiran strategis untuk memastikan bahwa gerakan inovatif ini sukses.

 

P: Ketika Pimpinan Pusdiklat TF melakukan sosialisasi dan membentuk tim green training center, Anda terpilih sebagai coordinator. Apa strategi Anda pada saat itu?

 

AMS: Strategi yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan promosi yang intens tentang inovasi paperless untuk setiap pelatihan yang diselenggarakan. Kami mensosialisasikan inovasi, tujuan dan manfaat bagi unit serta bagaimana cara untuk melakukannya. Pada tahap ini, tidak terlalu banyak penolakan karena setiap orang sudah melihat manfaatnya.

Kemudian kami melaksanakan pelatihan kepada staf untuk mengembangkan bahan akademis digital bagi para peserta. Selain itu, kami melatih para peserta untuk memperoleh bahan ajar dari sistem pembelajaran daring.

Setelah serangkaian pelatihan, kami juga memberikan apresiasi kepada staf yang dapat menggunakan sistem daring dengan baik dan telah belajar cara menggunakan bahan ajar digital. Tentunya masih ada tantangan karena tidak mudah untuk mengenyahkan kebiasaan lama untuk mencetak atau memfotokopi. Akhirnya, kami juga memberikan peringatan lisan jika gerakan ini tidak dilaksanakan oleh staf dan fasilitator.

 

P: Bagaimana cara Anda mengukur kesuksesan dari gerakan ini?

 

AMS: Inovasi atau gerakan akan memberikan hasil yang optimal jika dapat diulangi, ditiru, dimodifikasi, dan terus menerus dikembangkan. Saat ini, gerakan hijau diterapkan sebagai ketentuan bagi bahan akademis di seluruh pelatihan. Kami juga mereplikasi gerakan ini dan akan terus mengembangkannya untuk keperluan lain di seluruh organisasi dan untuk pemangku kepentingan yang lebih luas

 

P: Mengapa disebut dengan gerakan/inovasi green training centre?

 

AMS: Karena gerakan ini adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan lingkungan. Mengurangi kertas secara signifikan berarti menyelamatkan pohon dan mendukung konsumerisme yang bebas deforestasi. Gerakan ini juga mengurangi biaya listrik, jejak karbon, serta mengurangi energi dan waktu yang biasanya dihabiskan untuk fotokopi

 

P: Apa harapan Anda bagi masa depan gerakan ini?

 

AMS: Saya memiliki angan-angan bahwa gerakan ini dapat direplikasi bagi seluruh pusat pelatihan di Indonesia