Dukungan terhadap Penerapan Instrumen Ekonomi untuk Pengelolaan Perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sungai Wain dan Sungai Manggar



GGGI mendukung Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bongan di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur dalam pengembangan model bisnis dan identifikasi instrumen-instrumen ekonomi yang cocok untuk mendukung perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sungai Wain dan Sungai Manggar.

 

Di kedua DAS tersebut kerap terjadi kekurangan air, sedimentasi dan polusi. Sungai Wain dan Sungai Manggar juga merupakan sumber air utama untuk kota Balikpapan dan wilayah sekitarnya. Dengan penerapan instrumen ekonomi dan pengembangan mekanisme pendanaan untuk melindungi DAS Sungai Wain dan Sungai Manggar, diharapkan layanan penyediaan air dapat diperbaiki dengan meningkatkan manfaat bersama bagi penyedia dan konsumen air.

 

Penggunaan instrumen ekonomi diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2017 (PP No. 46/2017) mengenai instrumen ekonomi untuk lingkungan. Saat ini, Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor (PDLKWS), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyiapkan regulasi yang dapat mengatur pembayaran jasa lingkungan (PJL). Proyek di Sungai Wain dan Sungai Manggar akan menjadi proyek pilot yang memandu pengembangan draf Keputusan Menteri (Kepmen) mengenai PJL serta menguji kesiapan KPH dalam mengimplementasi instrumen-instrumen ekonomi.

 

Diskusi kelompok terarah (FGD) pertama dilakukan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 2018, dengan tujuan untuk mengumpulkan dan mengoordinasikan saran teknis dan hukum dari KLHK, lembaga riset dan akademisi mengenai instrumen-instrumen yang dikembangkan dalam catatan konsep dari GGGI. Berdasarkan analisis para pemangku kepentingan, ada dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dapat menjadi penerima utama layanan air dan bersedia untuk membayar penyediaan air yang lebih baik secara kuantitas dan kualitas bagi masyarakat sekitar. Peningkatan layanan ini akan dilakukan dengan rehabilitasi bantaran sungai dan daerah tangkapan air. KPH Bongan akan berperan sebagai badan yang mengelola dan mengoordinasikan kegiatan rehabilitasi tersebut di wilayah hutan lindung Sungai Wain dan Sungai Manggar. Skema ini tentunya cocok dengan kerangka kerja PJL—salah satu instrumen yang diatur dalam PP No. 46/2017. Kepala Subdirektorat Perencanaan Ekonomi Lingkungan KLHK, Rahayu Riana, menyatakan bahwa PJL dapat menjadi penjamin bagi lingkungan dalam proses perencanaan serta mendukung kebijakan-kebijakan komando-dan-kendali yang sudah ada.

 

FGD kedua diselenggarakan oleh KPH Bongan dan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (P3E Kalimantan) di Balikpapan pada 26-27 Februari 2019. FGD tersebut mengundang semua pemangku kepentingan lokal yang terlibat secara langsung dengan DAS, termasuk badan-badan lingkungan daerah dan lokal, BUMN dan LSM lokal. Acara dua hari tersebut dimulai dengan karyawisata ke Sungai Wain dan Sungai Manggar untuk mengumpulkan informasi mengenai aktivitas ekonomi serta upaya-upaya konservasi oleh dua BUMN yang sudah berlangsung. Kemudian pada FGD di hari berikutnya, diperoleh masukan-masukan penting tentang bagaimana menyediakan layanan lingkungan yang optimal dan berkualitas, potensi biaya yang harus dikeluarkan serta jenis-jenis aktivitas yang cocok. Menjalankan masukan-masukan tersebut menjadi kewajiban bagi para pemangku kepentingan dalam menerapkan instrumen ekonomi untuk lingkungan. FGD ditutup dengan konsensus bahwa penerapan skema PJL di Sungai Manggar perlu diteruskan dengan studi pra-kelayakan yang akan dilakukan oleh GGGI.