Diskusi Daring “Mobilisasi Investasi Hijau untuk Sektor Lanskap Berkelanjutan Indonesia”



GGGI Indonesia telah menyelenggarakan diskusi daring bertema “Mobilisasi Investasi Hijau untuk Sektor Lanskap Berkelanjutan Indonesia” pada tanggal 14 Mei, 2020. Acara ini dibuka oleh Sustainable Landscape Investment Specialist GGGI Indonesia, Vikalp Sabhlok, dan Country Representative GGGI Indonesia, Marcel Silvius. Diskusi ini merupakan sebuah upaya untuk membantu pemerintah dalam menemukan peluang serta meningkatkan proyek yang ada pada sektor lanskap agar tercapai komitmen Nationally Determined Contributions (NDC) untuk mitigasi dan adaptasi terhadap efek perubahan iklim.

 

Acara ini mengundang Deputi Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Endah Tri Kurniawaty, S.Hut., M.Si., CEO ADM Capital, Lisa Genasci, CEO Fairventures Social Forestry, Robert Büermann, dan Country Representative GGGI Indonesia, Marcel Silvius, sebagai panelis. Diskusi ini membahas 4 topik inti, yaitu kunci utama mobilisasi investasi proyek pertumbuhan hijau, kondisi yang memungkinkan untuk investasi pada lanskap berkelanjutan, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang baru di Indonesia, dan tantangan yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan di sektor lanskap. Sangatlah penting untuk memobilisasi investasi pada sektor lanskap, karena sekitar 60% dari komitmen NDC berhubungan dengan sektor Kehutanan dan Tata Guna Lahan. Karena itu, kebutuhan untuk meningkatkan investasi hijau dalam lanskap berkelanjutan sudah seharusnya dibahas untuk membantu mencapai target hijau Indonesia.

 

Hasil dari diskusi ini menunjukan bahwa walaupun pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapai target NDC Indonesia, masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencapai target yang diinginkan. Salah satunya adalah menyatukan objektif para pemangku kepentingan yang terlibat dalam inisiatif pembiayaan hijau menjadi satu tujuan bersama, yaitu meningkatkan proyek dan investasi pada sektor lanskap.

 

Seluruh panelist setuju bahwa proyek lanskap berkelanjutan harus terkait dengan aspek pendapatan bagi masyarakat. Keterkaitan ekonomi dengan proyek dan program berkelanjutan harus diakui dan dihargai – sehingga memberikan insentif bagi entitas sektor swasta dan publik untuk membuat kemajuan. Indonesia telah memulai hal ini – dengan mengembangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang baru sebagai rencana Pembangunan Rendah Karbon yang pertama.

 

Diskusi ini juga menunjukkan bahwa BPDLH yang baru berpotensi untuk menjadi entitas utama untuk mempromosikan dan memungkinkan investasi lanskap berkelanjutan dengan skala besar di Indonesia. Badan tersebut tidak hanya dapat menyalurkan investasi, namun juga memungkinkan investasi, sehingga ‘menyamakan kondisi’ untuk proyek berkelanjutan. Meskipun ada peluang investasi berkelanjutan (seperti Konsesi Restorasi Ekosistem, izin perhutanan social, dan sebagainya) proyek-proyek tersebut masih memerlukan dukungan kebijakan untuk memperkuat kelayakan ekonomi. Salah satu aspek utama yang memerlukan klarifikasi lebih jauh adalah yang terkait dengan kebijakan harga karbon (carbon pricing) dan pasar karbon domestik.