Tantangan Indonesia untuk Kembangkan Energi Terbarukan yang Cepat dan Terjangkau




JAKARTA, INDONESIA, 14 SEPTEMBER 2017 – Pada konferensi Indonesia EBTKE ConEx 2017 yang keenam, yaitu konferensi energi bersih dan terbarukan terbesar di Indonesia

 

Global Green Growth Institute (GGGI) mendukung Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) dan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) dalam mengeksplorasi potensi untuk meningkatkan investasi bagi Energi Baru Terbarukan (EBT).

 

Dalam acara tersebut, sesi khusus yang mengusung tema “Mendorong Pengembangan Energi Terbarukan yang Cepat dan Terjangkau” telah diselenggarakan hari ini, 14 September 2017 di Balai Kartini, Jakarta. Sesi ini bertujuan untuk berbagi pengalaman berbagai negara dalam mendorong pengembangan EBT, yang menampilkan seorang ahli dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta lembaga ahli dan wakil pemerintah dari Thailand, Tiongkok, dan India. Dalam sesi ini, para ahli membahas metodologi praktis untuk mendorong pengembangan EBT yang cepat di Indonesia, khususnya Solar PV.

 

Sesuai Perjanjian Paris, Indonesia telah menetapkan target penurunan emisi yang ambisius hingga 29% pada 2030 secara mandiri, dan hingga 41% dengan dukungan internasional, sebagaimana dijelaskan dalam dokumen Kontribusi Indonesia yang Ditentukan Secara Nasional atau Indonesia’s Nationally Determined Contributions (INDC). Proporsi target pengurangan emisi dari sektor energi adalah 11%, yakni proporsi tertinggi kedua setelah target dari sektor kehutanan sebesar 17,2%. Di sektor energi, Indonesia telah menetapkan target produksi energi sebesar 23% yang berasal dari EBT pada tahun 2025.

 

“Untuk mencapai target 23% produksi energi dari EBT—atau sekitar 45 GW—Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Saat ini, listrik yang dihasilkan dari EBT adalah 8 GW. Dan kita hanya punya delapan tahun lagi untuk mengejar sisanya. Tapi kita optimis bahwa semua pemangku kepentingan dapat bersinergi dan berkontribusi terhadap program nasional ini, agar pembangunan EBT dapat dipercepat dan diperbesar skalanya,” kata Ir. Maritje Hutapea, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM dalam sambutannya.

 

Menariknya, biaya EBT menurun secara signifikan di seluruh dunia, terutama pada sektor Solar PV yang mencapai titik terendah sepanjang sejarah, tanpa terlihat kemungkinan peningkatan biaya dalam waktu dekat. Menurunnya biaya teknologi, peningkatan keahlian, dan metodologi pengadaan yang lebih baik menjadi kunci utama dalam menurunkan biaya proyek dan membuat EBT lebih terjangkau.

 

Beda negara, berbeda pula metodologi pengadaan yang diterapkan untuk pengembangan EBT. Seperti feed-in tariffs yang menarik di Tiongkok dan Thailand, penawaran lelang terbalik (reverse auction bidding) di India, seta subsidi lahan dan insentif fiskal di UAE, yang semuanya memberikan daya tarik yang besar bagi investor untuk memasuki pasar nasional.

 

“Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mengurangi biaya dan menarik investor untuk energi terbarukan. Oleh karena itu, GGGI mendukung Kementerian ESDM melalui pertukaran keahlian dan pengalaman internasional yang dapat diterapkan dalam konteks Indonesia,” kata Country Representative GGGI Indonesia, Marcel Silvius.

 

Acara ini menyoroti beragam tantangan dan peluang, serta membuka wawasan melalui presentasi dan diskusi para ahli. Nur Syamsu, Manajer Senior Pengadaan dan Pengendalian dari Divisi Energi Terbarukan PLN turut mengutarakan potensi-potensi EBT di Indonesia. Menurut Bapak Nur Syamsu, PLN berfokus pada tenaga air dan panas bumi dalam rencana pengembangan EBT. “Menyadari potensi kapasitas EBT yang tinggi, PLN berencana untuk menghasilkan 21,5 GW listrik dari sumber-sumber terbarukan pada 2026,” ujarnya.

 

Wang Jixue, ahli asal Tiongkok berbagi kebijakan dan pendekatan negaranya dalam sektor energi terbarukan. Beliau adalah Direktur China Renewable Energy Engineering Institute (CREEI), sebuah institusi yang berdedikasi untuk pengelolaan teknologi tenaga air, tenaga angin, dan tenaga surya di Tiongkok. Dr. Ashvini Kumar selaku Managing Director Solar Energy Corporation of India (SECI) dan pakar energi surya yang memiliki pengalaman lebih dari tiga dekade, turut berbagi pengalaman mengenai target dan pola pengadaan energi terbarukan di India. Sesi ini juga menampilkan Tanongsak Wongla, Direktur Kelompok Pengembangan Strategi Energi dari Kantor Kebijakan dan Perencanaan Energi (EPPO), Kementerian Energi Thailand, yang membagi keahliannya dari sudut pandang pembuatan kebijakan di Thailand.

 

EBTKE ConEx 2017 Indonesia yang keenam didukung oleh Ditjen EBTKE dan METI, dan berlangsung di Balai Kartini pada 13-15 September 2017. Acara ini menampilkan berbagai topik, isu, produk dan peluang bisnis dalam konservasi energi dan energi terbarukan di Indonesia. Tahun ini EBTKE ConEx memfokuskan pada pembahasan Energi Terbarukan sebagai solusi untuk ketahanan energi dan respon atas Perjanjian Paris.