Seremoni Serah Terima: Laporan Studi Pra Kelayakan Solar PV Hibrida di NTT




Jakarta, 21 Februari, 2018 – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) secara resmi memberikan akses laporan studi pra kelayakan kepada Engie Asia Pacific Co. Ltd (ENGIE) dan PT Arya Watala Capital (Watala) hari ini di Hotel JS Luwansa, Jakarta.

 

Studi yang dilakukan oleh Global Green Growth Institute (GGGI) atas permintaan Pemerintah Provinsi tersebut, berfokus pada model hibrida yang menggabungkan jaringan listrik berbasis diesel tradisional dengan tenaga surya. Hasil utamanya menunjukkan bahwa fasilitas pembangkitan hibrida dengan sistem penyimpanan energi dapat mengurangi konsumsi diesel sebesar 236 juta liter, setara dengan pengurangan emisi hingga 549.300 CO2 selama 20 tahun. Hal ini memberikan potensi bagi PLN untuk menghemat pembelian BBM hingga 125 juta dolar AS dalam 20 tahun.

 

Indonesia telah menetapkan target ambisius dalam pengurangan emisi hingga 29% dengan upaya sendiri dan sampai 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Proporsi target penurunan emisi dari sektor energi adalah 11%, tertinggi kedua setelah kehutanan dengan target 17,2%, yang mencetuskan target bauran energi setidaknya 23% berasal dari energi baru terbarukan (EBT) pada tahun 2025. Dengan banyaknya sumber energi baru terbarukan, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai target ini.

 

Pemerintah NTT menyadari keterbatasan infrastruktur jaringan listrik di wilayahnya. Rasio elektrifikasi di NTT hanya sebesar 59%, yang sangat rendah dibandingkan dengan rasio rata-rata nasional 93% per bulan Juni 2017. Selain itu, campuran dayanya didominasi oleh tenaga diesel yang menyediakan sekitar 86% kebutuhan energi kawasan ini. Padahal, NTT memiliki potensi ketersediaan energi surya yang tinggi dari iradiasi reguler untuk mencapai tujuan EBT di kawasan tersebut.

 

“Rasio elektrifikasi di NTT yang rendah mendorong kami untuk menemukan solusi demi memenuhi kebutuhan daerah. Kita tidak bisa lagi mengandalkan sumber energi tradisional. Ada kesempatan besar untuk mengisi kesenjangan ini dengan sumber energi baru terbarukan yang andal, yaitu surya,” ujar Asisten II Sekretaris Daerah NTT, Alexander Sena. Alexander menambahkan, “Studi pra-kelayakan yang dilakukan oleh GGGI menunjukkan bahwa proyek tenaga surya hibrida layak secara finansial. Investasi sektor swasta sangat penting untuk pelaksanaan proyek.”

 

GGGI Indonesia Country Representative, Marcel Silvius menambahkan, “Saya senang karena proyek ini dapat mencapai tujuan GGGI untuk membawa proyek ke tahap yang bankable dan memastikan bahwa proyek tersebut diambil oleh investor untuk pengembangan lebih lanjut, menuju tahap studi kelayakan dan pengembangan usaha.”

 

Engie Asia Pacific Co. Ltd (ENGIE) dan Arya Watala Capital (Watala) membentuk sebuah konsorsium yang menawarkan pengembangan lebih lanjut bagi proyek ini, di 8 lokasi yang telah teridentifikasi dalam studi pra kelayakan.

 

“Visi ENGIE untuk dekarbonisasi, digitalisasi dan desentralisasi sejalan dengan tujuan proyek tenaga surya di NTT. Kami senang dapat berkolaborasi dengan Watala untuk menyediakan energi bersih bagi masyarakat NTT,” ujar Kepala Perwakilan ENGIE untuk Indonesia, Johan De Saeger.

 

CEO dari Watala, Aria Witoelar, juga menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan energi matahari dan mengatakan, “Kita seharusnya menghentikan penggunaan bahan bakar minyak sebagai sumber listrik selama matahari bersinar.”

 

Serah terima ini menandakan permulaan sebuah model hibrida energi baru terbarukan untuk mengurangi konsumsi diesel di Indonesia, yang mungkin dapat dijadikan contoh dan ditingkatkan di masa depan. Setelah proses serah terima, ENGIE dan Watala berencana untuk melakukan studi kelayakan penuh dan mengikuti lelang PLN untuk melaksanakan pengembangan aktual proyek tenaga surya hibrida di NTT.